Kerajaan Majapahit berdiri pada tahun 1293 setelah Raden Wijaya berhasil memukul mundur tentara mongol dari Kerajaan Singhasari. Sebelumnya Majapahit merupakan kawasan hutan Tarik yang berada di sekitar delta sungai Brantas (Mojikerto). Atas bantuan Wiraraja, Bupati Sumenep, daerah Tarik kemudian berubah menjadi kawasan yang maju dan diberi nama Majapahit.
Raden Wijaya (1293-1308) dinobatkan menjadi raja Majapahit pada 1293 dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Raden Wijaya mengawini empat orang putri Raja Kertanegara, yaitu Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Prajnaparamita dan Gayatri. Dari Tribhuwaneswari lahir Jayanegara. Dari Gayatri diperoleh dua anak perempuan, yaitu Tribhuanattunggadewi jayawisnuwardhani dan Rajadewi Maharajasa, sedangkan dari Narendraduhita dan Prajnaparamita tidak diperoleh seorang anak pun. Resen Wijaya melakukan perkawinan dengan tujuan untuk memperkuat kedudukan dan agar seluruh warisan Kerajaan Singhasari berpindah kepadanya.
Raden Wijaya memerintah dengan baik dan bijaksana. Orang-orang dahulu yang membantunya diberi imbalan. Arya Wiraraja diberi tanah di Lumajang dan diangkat sebagai penasihat. Nambi dijadikan sebagai Mahapatih. Lembu Sora diangkat sebagai patih di Daha. Ranggalawe menjadi adipati di tuban. Kebo Anabrang yang berperan di dalam ekspedisi pamalayu diangkat sebagai panglima perang. Akan tetapi kebijakan Raden Wijaya tersebut menimbulkan rasa tidak puas bagi Ranggalawe, Ranggalawe tidak menyetujui Nambi menduduki jabatan tinggi sebagai mahapatih. Ia beranggapan dirinyalah atau Lembu Sora yang pantas menjadi mahapatih karena lebih berjasa dan lebih gagah berani di medan pertempuran.
Munculnya pertentangan diantara para pejabat kerajaan kemudian dimanfaatkan oleh Mahapati, seorang tokoh yang berambisi menduduki jabatan tinggi di Kerajaan Majapahit. Mahapati ternyata biang dari semua kerusuhan, sumber fitnah, dan adu domba. Kepada Raden Wijaya diisukan bahwa Ranggalawe akan memberontak sehingga berkobarlah peperangan antara Tuban dan pasukan Kerajaan pada tahun 1295. Dalam pertempuran itu, ranggalawe gugur di tangan Kebo Anabrang. Namun Kebo Anabrang dibunuh pula oleh Lembu Sora karena ia tidak tahan atas kematian sahabatnya itu. Rupanya peristiwa tersebut dijadikan alasan Mahapati untuk menyingkirkan Lembu Sora dengan menghasut raja agar menghukumnya. Oleh karena itu, pertempuran pecah antara Lembu Sora dan pihak Kerajaan pada tahun 1298-1300. Lembu Sora terbunuh dalam peperangan itu, selanjutnya Mahapati tinggal menyingkirkan Nambi. Nambi yang mengetahui niat jahat Mahapati, segera menyingkir dari Majapahit dengan alasan menengok ayahnya (Wiraraja) yang sakit di Lumajang. Dengan demikian cita-cita Mahapati tinggal selangkah lagi akan tercapai, namun Raden Wijaya wafat pada tahun 1309. Raden Wijaya dicandikan dalam candi Sumberjati, di selatan Blitar.
Menurut keterangan prasasti Sukamerta dan Prasasti Balawi, Raja yang memerintah Kerajaan Majapahit menggantikan raden Wijaya ialah Jayanegara (1309-1328). Raja kedua Majapahit ini bergelar Sri Sundarapandyadewadhiswaranamarajabhiseka Wikramotungga-dewa. Dalam masa pemerintahannya, timbul berbagai pemberontakan yang merupakan kelanjutan dari pemberontakan yang terjadi sebelumnya. Peristiwa pemberontakan ini pun disebabkan oleh fitnah Mahapati. Pada tahun 1316 Nambi yang tidak mau kembali ke Majapahit diserbu dan segenap keluarganya dibunuh. Kemudian pasukan semi (1318) dan Kuti (1319) dapat ditumpas dan dibinasakan tokohnya. Sejak adanya peristiwa itu, jayanegara menyadari akan kekeliruannya. Ternyata Mahapati seorang yang berhati jahat dan tukang fitnah sehingga ia lantas ditangkap dan dibunuhnya. Dari beberapa pemberontakan yang terjadi di masa kekasaan jayanegara, serangan Kuti dianggap paling berbahaya. Hal ini dikarenakan serangan itu telah membuat Jayanegara terpaksa mengungsi ke Badander. Namun ia dapat diselamatkan oleh pasukan pengawal Raja (Bhayangkari) di bawah pimpinan Gajah Mada. Sebagai tanda terima kasih, Gajah Mada kemudian diangkat menjadi patih kahuripan .
Di dalam kitab Pararaton dikatakan bahwa Jayanegara sama dengan Kalagemet, anak Raden Wijaya dari hasil perkawinan dengan selirnya. Berbagai pemberontakan yang terjadi umumnya dikarenakan mereka tidak menyetujui Jayanegara menjadi Raja Majapahit, sebab ia bukan keturunan asli Majapahit. Ibunya yang bernama Dara Petak adalah seorang putri Kerajaan Melayu. Jayanegara sendiri hanyalah anak angkat dari permaisuri Tribhuwaneswari.
Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh Tanca, tabib istana. Jayanegara tidak meninggalkan seorang keturunan seorang pun. Pilihan pengganti jatuh kepada Gayatri. Akan tetapi, Gayatri memilih menjadi seorang Biksuni daripada seorang Ratu. Akhirnya, takhta Kerajaan Majapahit ke-3 jatuh kepada anak Gayatrti, yaitu Tribhuwanattunggadewi Jayawisnuwardhani (1328-1350).
Pemerintahan Tribhuwanattunggadewi tidak lepas juga dari usaha pemberontakan . pada tahun 1331 Sadeng dan Keta (daerah besuki) berupaya melepaskan diri dari kekuasaan majapahit, berkat tindakan Gajah Mada ayng taktis, pemberontakan tersebut dengan mudah dapat dipadamkan. Sebagai balas jasa, Gajah Mada diangkat menjadi Mahapati atau Perdana Menteri.
Hayam Wuruk (1350-1389) naik takhta menjadi Raja Majapahit ke-4 dan bergelar Rajasanegara. Ia adaldah putra dari perkawinan Tribhuwanattunggadewi dengan kertawardhana. Hayam Wuruk memerintah dengan didampingi Mahapatih Gajah Mada. Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk itulah Kerajaan Majapahit mencapai zaman keemasan. Banyak bukti yang memperlihatkan kebesaran Majapahit.
a. Wilayah kekuasaan dan sistem pemerintahan
Seperti yang dipaparkan dalam kitab Negarakertagama. Daerah-daerah yang berada dibawah kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi Sumatera, Melayu, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Irian (papua), bahkan beberapa daerah di daratan Asia Tenggara. Hayam Wuruk menerapkan politik yang berwawasan cakrawala mandala seperti yang dilakukan oleh Kertanegara.
Sebagai Kerajaan yang besar, wilayah kekuasaan Majapahit mempunyai sistem kenegaraan yang teratur. Raja Majapahit dan keraton dianggap sebagai pusat dunia yang memiliki kekuasaan tertinggi. Para anggota keluarga kerajaan yang berperan sebagai bhattara di negara-negara bagian, mengelilingi sang raja dari berbagai penjuru.
Raja majapahit memerintah dengan dibantu oleh suatu dewan yang disebut Pahom Narendra atau Bhattara saptaprabhu karena beranggotakan tujuh sesepuh kerajaan. Dewan ini bertugas memberikan saran kepada raja-raja Majapahit. Selain itu, raja Yuwaraja atau kumaraja (raja muda) dan rakyan Mahamantri katrini yang biasanya dijabat oleh para putra raja. Rakyan Mahamantri katrini terdiri dari tiga orang Mahamenteri yang masing-masing bergelar i Hino, i Halu, dan i Sirikan. Sebagai pelaksana pemerintahan, raja menunjuk rakyan Mantri ri Pakirakiran, yaitu sekelompok pejabat tinggi yang merupakan sebuah dewan menteri.
b. Kemajuan di bidang sastra dan bangunan candi
Bidang sastra dan keindahan bangunan candi amat diperhatikan oleh pemerintahan Majapahit. Hal ini menyebabkan para pujangga rajin berkarya. Selain itu, karya-karya yang dihasilkan banyak berisi puji-pujian terhadap raja.
Candi-candi yang dibangun pada saat beridirinya Kerajaan Majapahit, misalnya candi Panataran, Bajangratu, Sawentar, Sumberjati, Tigawangi, Surawana, Jabung, Pari, Tikus, kedaton dan Sukuh.
c. Toleransi Kehidupan beragama
Penduduk Majapahit sebagian besar memeluk agama Hindu dan Buddha. Adanya perbedaan agama di majapahit ternyata amat dihargai. Hal ini dapat dibuktikan dengan aktifnya pihak Kerajaan memperhatikan aspek kehidupan agama yang berbeda itu. Pemerintah telah mengatur kehidupan beragama dengan membentuk Dharmadyhaksa ring Kasaiwan yang mengurus Siwaisme (Hindu pemuja Siwa)dan Dharmadyhaksa ring Kasogatan untuk agama buddha. Selain itu, hayam Wuruk yang memeluk agama Hindu dapat bekerja sama dengan Gajah Mada yang beragama Buddha. Rakyat bahu-membahu membangun Kebesaran Majapahit. Perbedaan agam ternyata tidak menghalangi kerjasama diantara keduanya. Para pembesar Majapahit memberikan teladan yang baik sehingga rakyat bersikap taat.
Gambaran kehidupan berinteraksi di Majapahit dipaparkan dalam kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Kitab ini berisi ajaran agama yang di dalamnya terdapat ungkapan Bhineka Tunggal Ika. Ungkapan ini sesungguhnya digunakan untuk menyatakan bahwa ajaran Hindu dan Buddha, meskipun berbeda tetapi mempunyai asas yang sama. Kini ungkapan tersebut menjadi semboyan bangsa Indonesia yang tertulis di atas pita dalam cengkraman burung garuda.
d. Keadaan sosial ekonomi
Sebagai negara agraris, Majapahit melaksanakan pembangunan ekonomi dengan baik. Sistem pertaniannya sudah sangat maju dengan pengairan yang teratur dan pengolahan yang baik. Ada dua bendungan yang telah dibuat saat itu, yaitu bendungan Jiwu untuk daerah persawahan Kalamasa dan bendungan Trailokyapuri untuk mengaliri daerah hilirnya. Semua ini tergambar dalam prasasti dan relief-relief candi yang dibangun pada masanya.
Majapahit juga memiliki bandar-bandar dagang yang besar, seperti bandar tuban, surabaya, ujung Galuh, canggu dan gresik. Kapal-kapal yang tidak terlalu besar dapat berlayar hingga mendekati ibukota Kerajaan. Di bandar-bandar ini dijual beras dan rempah-rempah yang sangat dibutuhkan konsumen. Wang Ta Yuan, seorang pedagang cina yang pernah berkunjung ke Majapahit berkisah, bahwa lada, garam, kain dan burung kakak tua banyak diperdagangkan disitu.
Kemunduran Majapahit diawali terjadinya peristiwa bubat (1375) yang menimbulkan perselisihan antara Hayam Wuruk dan Gajah Mada. Ketika itu raja Hayam Wuruk berkeinginan untuk memperistri Dyah Pitaloka, seorang putri dari keajaan di tanah sunda. Beserta keluarganya, sang putri telah tiba di Majapahit untuk melangsungkan perkawinan. Mereka berkemah dilapangan Bubat. Namun, disinilah terjadi perselisihan antara Gajah Mada dan utusan dari
kerajaan sunda. Masing-masing bersikeras dengan keputusannya sendiri.
Rupanya perselisihan itu menjadi pertentangan yang keras. Peperangan sudah tidak dapat dihindarkan lagi. Namun, peperangan itu berlangsung tidak seimbang, karena pihak kerajaan sunda hanya sedikit membawa senjata dan peralatan untuk pesta perkawinan. Akhirnya, raja sunda beserta keluarga kerajaan tewas dilapangan Bubat. Mendengar kejadian tersebut, Hayam Wuruk sangat menyesalkannya. Ia kemudian memberhentikan Gajah Mada dari jabatan Mahapatih. Ia tidak lupa untuk memberikan tanah Sima di Madakaripura kepada Gajah Mada.
Selain itu ada juga faktor lain yang menjadi penyebab mundurnya Kerajaan Majapahit, yaitu :
1. Tiada tokoh pengganti yang cakap dan berwibawa sesudah wafatnya Hayam Wuruk (1389) dan Gajah Mada (1364)
2. Perang Paregreg (1401-1406), yakni perang saudara antara pewaris kerajaan (Bhre Wirabumi dan Wikrama-wardhana) telah melemahkan Majapahit secara keseluruhan .
3. Banyak negeri bawahan Majapahit yang berusaha melepaskan diri.
4. Berkembangnya agama Islam di pesisir pantai utara pulau Jawa telah mengurangi dukungan terhadap Kerajaan majapahit.
Masa sesudah Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada merupakan kemunduran kerajaan Majapahit. Keruntuhan kerajaan Majapahit hingga kini masih diperdebatkan . candrasengkala yang berbunyisirna-ilang-kertaning-bumi (1478) sebagai bukti keruntuhan Majapahit masih berbeda penafsirannya. Hal ini disebabkan dalam prasasti Jiwu I yang bertarikh 1486 M. Disebutkan bahwa Girindrawardhana Dyah Ranawijaya masih sebagai sri Paduka Maharaja wilwatikta pura janggala kadiri prabhunata. Hal ini mempunyai makna, pada saat itu Prabu Girindrawardhana masih berkuasa di Kerajaan Majapahit (Wilwatikta)
Readmore..